Masih ingat kah kamu sepenggal cerita di sudut kursi itu? Saat kamu perlahan mendekat, menggenggam
tanganku erat dan mengecup keningku hangat. Ingatan itu masih melekat dengan
sempurna di pikiranku yang meronta ingin berhentI.
Masih ingatkah kamu saat dulu sekolah kita mengadakan pensi, kita kesorean berdua. Magrib menjelang. Dan kita shalat di Mushola sekolah. Kamu mengimamiku. Aku berdebar saat itu. Aku kira saat usai kita berjamaah kamu akan langsung meninggalkanku. Tapi ternyata tidak, kamu menoleh dan menyodorkan tanganmu. Pipiku merah saat itu karena bahagia. Belum ada penjelasan tentang hatimu saat itu. Jadi sedikit saja perlakuan manismu sudah sangat membuatku berbunga.
Atau saat kita one on one main basket. Dan aku selalu kesal karena kita seringnya imbang. Padahal kamu tidak terlalu jago untuk urusan soal itu. Tapi candamu selalu membuat senyumku merekah.
Atau saat kita berjalan beriringan dari kantin. Kamu membisikan 3 kata yang membuat pipiku memerah lagi. “I Love You” dengan mesra kamu membisikannya. Dan kamu berlali meninggalkanku, siap-siap untuk menghindar dari cubitanku yang selalu mendarat di pinggangmu.
Mungkin kamu sudah lupa dengan itu semua. Dan aku tidak berharap kamu mengingatnya. Kisah kita hanya harus dikubur dan dibuang tanpa celah. Karena apa yang kita lakukan hanya membuat banyak hati terluka.
Tapi aku sunggung rindu akan tatapan sayu itu. Aku rindu senyummu yang memamerkan gigi gingsulmu. Celetukan-celetukanmu yang selalu berbau sinis dan kritis tapi aku suka. Sangat menyukainya.
Apa kabar kamu?
Masih ingatkah kamu saat dulu sekolah kita mengadakan pensi, kita kesorean berdua. Magrib menjelang. Dan kita shalat di Mushola sekolah. Kamu mengimamiku. Aku berdebar saat itu. Aku kira saat usai kita berjamaah kamu akan langsung meninggalkanku. Tapi ternyata tidak, kamu menoleh dan menyodorkan tanganmu. Pipiku merah saat itu karena bahagia. Belum ada penjelasan tentang hatimu saat itu. Jadi sedikit saja perlakuan manismu sudah sangat membuatku berbunga.
Atau saat kita one on one main basket. Dan aku selalu kesal karena kita seringnya imbang. Padahal kamu tidak terlalu jago untuk urusan soal itu. Tapi candamu selalu membuat senyumku merekah.
Atau saat kita berjalan beriringan dari kantin. Kamu membisikan 3 kata yang membuat pipiku memerah lagi. “I Love You” dengan mesra kamu membisikannya. Dan kamu berlali meninggalkanku, siap-siap untuk menghindar dari cubitanku yang selalu mendarat di pinggangmu.
Mungkin kamu sudah lupa dengan itu semua. Dan aku tidak berharap kamu mengingatnya. Kisah kita hanya harus dikubur dan dibuang tanpa celah. Karena apa yang kita lakukan hanya membuat banyak hati terluka.
Tapi aku sunggung rindu akan tatapan sayu itu. Aku rindu senyummu yang memamerkan gigi gingsulmu. Celetukan-celetukanmu yang selalu berbau sinis dan kritis tapi aku suka. Sangat menyukainya.
Apa kabar kamu?