mari membahas hal-hal kecil dan masa kini

,

BUKU: PENJUAL KENANGAN

Biasanya saya senang berbasa-basi ketika menulis, karena sebtulnya di dunia nyata saya kurang begitu bisa berbasa-basi, jika saya melakukannya di dunia nyata maka akan berujung pada sebuah hal yang konyol atau bagi sebagian orang mungkin memalukan. Tapi tak apa, karena begitulah saya. Jadi untuk kali ini semoga saja ini bukan basa-basi yang panjang.

BUKU: PENJUAL KENANGAN
Oleh: Widyawati Oktavia


Saya mempunyai buku ini semenjak akhir bulan Maret 2013. Sejak pertama membacaya saya sudah sangat ingin menuliskan kesan-kesan yang saya dapat ketika membaca buku ini. Namun, entah kenapa selalu saja tidak berhasil.

Sebetulnya sekarang pun saya bukan akan membagi perasaan apa yang saya rasakan ketika membaca buku ini. Karena perasaan yang ditimbulkan buku ini beragam. Namun, ketenangan yang didapat ketika membaca buku ini tidak pernah absen.

Saya hanya ingin mebagi beberapa kalimat yang sudah membuat saya jatuh cinta. (Ini pun belum semuanya).

Silahkan:

"Bagiku, kepergian tidak pernah menyimpan kehilangan, Rayina. Tak pernah ada. Kepergian hanya menyimpan langkah bersamanya. Dan, memang selalu begitu. Aku bukan peminat kehilangan." - Dalam Harap Bintang Pagi

"Aku terkadang ingat saat-saat bercerita denganmu. Di perjalanan ini, terlalu sepi, Rayina. Terkadang, aku rindu percakapan kita di antara hujan." - Dalam Harap Bintang Pagi

"Kemarin, Rayina mencarimu. Mengikuti garis yang digoreskan takdir untuknya. Tak bersilangkah takdirmu dengan takdirnya, Petualang?" - Dalam Harap Bintang Pagi

"..., kita tetap tak pernah ingin membuangnya karena kita tahu suatu hari akan datang orang yang  mau menukarnya dengan harapan." - Penjual Kenangan

" Aku telah lama tidak lagi mencintai hujan, Seruni. Aku telah lama membiarkannya hujan jatuh begitu saja dan membiarkannya kembali lagi ke laut." - Menjelma Hujan

Sebegitu dulu. Karena saya belum sempat menggaris bawahi kalimat-kalimat di judul yang lain.

pnd, 19102013
Share:
Read More
,

Sampai Jumpa di Masa Depan

Hampir senja di lepas lapangan luas tempat para truk terbang berlarian. Mengingatnya dalam balutan tanda tanya yang tak hendak usai, membuat senyumku merekah sesaat demi sesaat. Bertemu dengannya tak pernah jadi hal yang menarik namun mengingatnya memang selalu menjadi waktu yang khusus.

Aku bertanya jika kelak, kelak di suatu saat yang nanti. Akankah ini masih akan mengikatku dalam ingatan? Ini begitu menyenangkan, ketika masih bermain dengan entah.

Tuan itu, hendak kah dia tahu? Sepasang mata sering memerhatikan senyumnya. Obrolannya yang kadang-kadang kaku, namun kadang-kadang membawaku ke alam yang entah--jauh berada di luar sana. Berada di atas langit mungkin, berada dekat dengan bintang.

Apa kabar masa depanmu, Tuan? Kadang ingin aku mengetahuinya, sepasang mata yang telah menenggelamkanmu dalam gila. Mungkinkah kau bertanya juga tentang masa depanku? Ah, tapi jangan Tuan. Karena aku hanya akan seperti biasa tergagap tak berjawab. Maka aku selalu kalah dengan telak. Namun, kita tetap saja akan tertawa dengan renyah. Menyenangkan.

Semoga akan lebih banyak cerita yang menyenangkan di kelak nanti ya, Tuan. Sampai jumpa di masa depan. (Seperti tak akan bertemu lagi pada esok sabtu, minggu, senin dan hari selanjutnya bukan? Hahaha).

Tapi maaf Tuan, aku hanya sedang tak menyenangi saat-saat ini yang terasa tak bergerak. Maka, sekali lagi kuucapkan.

"Sampai jumpa di masa depan."




nsw, 04102013
Share:
Read More