Hai Matahari, sudikah kau menyinari manusia yang memakan hak sesamanya sendiri?
Hai Awan, sudikah kau menjatuhkan butiran hujan demi manusia yang menjilati sesamanya sendiri?
Sudikah kalian semesta memberi nikmat pada manusia yang merampas sumber nafas dunia?
Tak bosankah kalian menonton pertunjukan sombong para manusia?
Tak segerakah kalian pensiun dari tugas-tugas kalian?
- Anggita
Dalam lalu lalang yang gersang, dalam oksigen yang tersamarkan polusi, dalam teriknya sang mentari sekali lagi ia lantang berteriak. Ia tak lelah, energinya tak akan habis selama Ibukota tak pernah lengang, nyaman dan aman. Ia tak akan pernah bisa diam.
Beberapa orang yang melewatinya menjatuhkan beberapa recehan di hadapannya. Bahkan ada bapak-bapak yang berpakaian necis dengan smartphone di genggamannya menjatuhkan 1 lembar uang dua puluh ribu. Namun ia bergeming, yang dipandangnya hanya Ibukota.
Sesaat kemudian ia meluangkan waktu untuk mengingat lelaki yang ia temui pagi tadi. Angga, lelaki itu seperti Ryan, dan nampaknya ia pun suka memaksa. Namun sepertinya lelaki itu lebih menikmati kehidupan. Ia menimbang-nimbang tawaran pertemanan yang diajukan lelaki itu. Tapi sangat tidak mungkin baginya untuk menerima tawaran itu. Dari penampilannya lelaki itu tampak seperti orang berdompet tebal yang sering memaksakan kehendaknya sendiri.
Setelah memunguti apa yang ia dapat di hadapannya. Ia bergegas pergi, mencari sesuatu yang layak ia masukan kedalam perut yang hanya diisi sekali sehari, atau bahkan tidak sama sekali.
Senja, merupakan salah satu bagian penting dari harinya.
"Hai, Nona!" Terdengar teriakan seorang lelaki di belakangnya. Sepertinya... Ia membalikan badannya dengan menerka. Astaga Angga. Untuk apa orang ini ada di sini? Ia berkerut kening--Heran.
"Saya menyaksikan Anda seharian ini. Anda memang luar biasa." Dengan napas yang terengah-engah ia berusaha menjelaskan.
"Jadi Anda menguntit saya?" Anggita meninggikan suaranya.
"Sabar Nona, jangan berpikir macam-macam! Saya sama sekali tidak ada niatan buruk kepada Anda."
"Terus apa maksud Anda melakukan hal itu terhadap saya?"
"Saya hanya tertarik kepada Anda." Ia mencoba menjelaskan. Namun Anggita tambah berkerut kening--Tak mengerti.
"Oh tunggu... Maksud saya bukan seperti itu!" Ia menahan pikiran Anggita yang akan segera berprasangka buruk. "Saya adalah seorang sutradara teater."
"Lantas?"
No comments:
Post a Comment