Kali ini yang ingin ku ceritakan adalah Jingga. Seorang gadis yang senang bersembunyi. Tempat yang paling ia sukai adalah pojokan di Toko Buku, dan hal yang paling ia senangi adalah berdiri di balik jendela memendangi hujan yang rintik atau yang mengguyur deras.
Ketika hatinya mulai didatangi oleh banyak rasa, hal pertama yang ia pahami adalah menulis. Bukan seperti teman-temannya yang lain yang berkumpul untuk berbagi ketika mengalami hal serupa. Ia merasa lebih senang bergaul dengan kertas dan pena. Dan ia memang menulis untuk dirinya sendiri. Sekedar untuk mendamaikan hatinya yang kadang-kadang terlalu ramai dan sesak.
Bersama waktu ia tumbuh dengan cukup baik. Ia menjadi gadis yang menyenangi bepergian dan hal-hal baru. Dari sanalah ia menemukan banyak hal. Seperti, bahwa berkumpul dengan orang lain ternyata tidak begitu buruk. Ia dapat merasakan sebuah kebahagiaan meski hanya dengan memungutnya. Meski begitu, di tempat biasa ia berkumpul ia tidak dapat menaruh hal-hal yang membuat hatinya terlalu ramai dan sesak. Di sana ia hanya dapat mengalihkannya saja. Melupakan sejenak. Dan ia tetap melakukan ritual menulis.
Pada waktu berikutnya ia mulai menyadari ada hal yang harus ia bagi bersama orang lain. Ketika itulah ia belajar untuk menulis bukan hanya untuk dirinya saja. Maka dia berkenalan dengan sebuah Toko Buku. Sebuah tempat yang kini menjadi tempat kesukaannya.
Di sana, di Toko Buku itu ia menyenangi tempat paling pojok. Karena hanya di pojokannya itulah ia dapat menemukan aksara-aksara yang dapat mewakili hasratnya untuk berbagi. Aksara-aksara yang menyembunyikan rasanya.
Ketika beberapa tamu datang untuk memasuki rumahnya ia senang bukan kepalang. Namun ketika ia mulai diajak mengobrol ia hanya sanggup menjadi penonton. Dan setiap tamu yang datang ia suguhi dengan kertas-kertas yang berisikan aksara yang ia buat di pojokan toko buku. Tak ayal banyak tamu yang tak pernah kembali lagi ke rumahnya.
Ia tidak pernah mengerti kenapa ia bisa serumit itu. Dan semenjak itulah ia menjadi begitu senang berada di balik jendela.
Pnd, at The Last Sunday on March.
Pada waktu berikutnya ia mulai menyadari ada hal yang harus ia bagi bersama orang lain. Ketika itulah ia belajar untuk menulis bukan hanya untuk dirinya saja. Maka dia berkenalan dengan sebuah Toko Buku. Sebuah tempat yang kini menjadi tempat kesukaannya.
Di sana, di Toko Buku itu ia menyenangi tempat paling pojok. Karena hanya di pojokannya itulah ia dapat menemukan aksara-aksara yang dapat mewakili hasratnya untuk berbagi. Aksara-aksara yang menyembunyikan rasanya.
Ketika beberapa tamu datang untuk memasuki rumahnya ia senang bukan kepalang. Namun ketika ia mulai diajak mengobrol ia hanya sanggup menjadi penonton. Dan setiap tamu yang datang ia suguhi dengan kertas-kertas yang berisikan aksara yang ia buat di pojokan toko buku. Tak ayal banyak tamu yang tak pernah kembali lagi ke rumahnya.
Ia tidak pernah mengerti kenapa ia bisa serumit itu. Dan semenjak itulah ia menjadi begitu senang berada di balik jendela.
Pnd, at The Last Sunday on March.
