mari membahas hal-hal kecil dan masa kini

Begitu Menyenangkannya Berpikiran Positif

Hari ini terjadi peralihan siklus di hatiku. Dari galau (anak muda sekarang bilang) menjadi lumayan sumringah. Kemarin-kemarin ada beberapa kejadian-kejadian menyesakan. Seperti jatuh cinta yang kurang mengenakan (Jatuh cinta loh!), cemburu menguras hati, khawatir, gelisah, dll. Pokoknya bahasa galau dan perasaan-perasaan yang satu paket sama cinta. Hingga porsi tidurku berkurang. Biasanya 7 jam saya dapat terlelap dengan nyaman. Namun malam-malam kemarin maksimal saya hanya bisa tidur cuma 4 jam dan itu jauh dari kata nyaman. Karena hampir di tiap 30 mentinya saya terbangun untuk sekitar 5-10 menitan. Celangak-celinguk mencari handphone berharap ada sms dari si dia. Ya… Meskipun  isinya cuma tulisan “Mari Tahajud”, tapi itu rasanya sudah cukup membuat hatiku lega. Kemudian fokus kerjaku yang di renggut olehnya, karena 1-2 jam yang tidak ada kabar atau bisa lebih dari itu. Melelahkan sekali.


Dari 1 tahun yang lalu atau mungkin lebih. Baru kali ini aku merasakan hal seperti itu lagi. Dan aku selalu tidak bisa bertahan lama dengan ke adaan seperti itu. Biasanya aku memilih melarikan diri. Meninggalkan semuanya, dan kembali normal. Namun kali ini berbeda. Ada yang tak kumengerti menghalangi pelarianku. Hingga ku putuskan lebih baik menghakimi diri sendiri dan mulai bersikap tegas dan keras terhadapnya. Karena akan banyak hal yang akan ditimbulkan olehnya jika tidak melakukan hal itu. Kucoba menerapkan setrategi itu, namu ternyata ada beberapa hal yang hilang dari diriku. Aku mulai tidak memperdulikan lingkungan sekitar, menutup diri dari orang lain, bersikap dingin. Dan tetap saja itu tidak memberikan jalan keluar. Mungkin lama kelamaan aku akan dipandang aneh oleh orang lain. Sungguh tidak mengenakan bukan.

Dan hingga pada satu titik aku berpikir, bahwa aku harus mengalah dengan egoku. Dan berfikiran positif itu ternyata jauh lebih baik dari penyangkalan apapun. Karena pikiran negatiflah yang membuat segala prasangka muncul terang-terangan. Membunuh setiap pikiran-pikiran positif yang berbicara dengan ragu.

Dan setelah ku coba, ternyata memang benar berpikiran positif itu jauh lebih melegakan. Ada beban-beban yang mulai terangkat dari pikiran kita. Namun kita dituntut mejadi super kreatif mengumpulkan stock alasan positif. Asal kita ada niatan melakukannya pasti akan ada alasan-alasan yang menyenangkan muncul di pikiran kita.

So… Marilah mulai berpikiran positif untuk menjalani kesempatan menghirup udara segar dan menikmati nikmat dan karunia-Nya
Share:
Read More
, ,

Kamu

Di awal perkenalan kita kau selalu menyimak setiap perkataanku dengan antusias. Sejak saat itu kurasakan ada binar lain di mataku. Mungkin juga di matamu. Dan lama semakin lama kita semakin akrab. Keakraban yang tidak ku temukan di sosok lain.

Sering kau mengajakku pergi. Meski hanya sekedar untuk jalan-jalan mengelilingi kota kecil ini, atau hanya sekedar untuk jagung bakar. Aku semakin GR saja waktu itu. Namun sering kali rencana kita itu gagal. Karena hujan gerimis atau kamu yang telalu larut pulang. Aku selalu mencoba tersenyum meski hati selalu kecewa. Berharap di hari-hari berikutnya kau akan mengajakku lagi. Namun waktu tak mengijinkannya. Hari semakin hari kita semakin merenggang. Entah apa sebabnya?
Kamu lama tidak menyapaku lewat pesan-pesan singat di pagi hari atau larut malam yang selalu mengagetkanku. Maka aku bosan menunggu.

Tak lama ada sahabat lama yang menanyakan statusku. Ya… Tentu saja aku jawab masih sendiri. Mana mungkin aku menjawab sedang menunggumu. Dan dia dengan senang hati memperkenalkan aku dengan seorang pria. Saudara sepupu pacarnya. Dia baik katanya.

Kamipun berkenalan. Saling bertukar nomor telepon. Dan waktu memperkenankan kami semakin dekat. Meski waktu itu aku masih mengahrapkanmu.

Aku dengannya semakin intens berkomunikasi. Seperti malam itu aku duduk di bangku teras menerima  telepon darinya. Tiba-tiba kau muncul dari kegelapan dengan berjalan kaki. Masih dengan setelan lengkap kantormu. Aku gelagapan menyembunyikan diri. Karena tidak mau terlihat olehmu. Dan kuputuskan untuk pura-pura sedang mendengarkan musik.

“Met Malem” Sapamu pelan.

“Malem juga, Mas. Malam amat sih pulangnya? Banyak kerjaan ya?” Jawabku setengah gugup.

“Iya nih, lumayan. Aku masuk dulu ya. Belum mandi, bau.”

“Ya… sudah mandi sana nanti keburu malam!” 

Aku memerhatikanmu sampai masuk kamar. Tak ku hiraukan orang yang berbicara di ujung telepon sana.

Tut… Tut… Tuuutttttt…

Terdengar bunyi telepon di matikan. Aku masih tak memerdulikan orang di balik telepon sana. Karena kamu telah mengambil fokusku. Menjadikan sepinya malam, deburan ombak, semilir angin, dan deru mesin kendaraan terabaikan. Ku hanya melihat bintang di atas sana yang begitu jauh dan benderang. Sepertimu yang selalu sulit tergapai.

Share:
Read More

Foto Itu Masih Kusimpan

Fotomu masih ku simpan dalam dompet lusuhku. Eh, itu bukan fotomu. Tapi kita berdua.

Ya foto kita berdua. Waktu itu kita akan pergi ke pantai. Aku duduk di kursi dengan rambut yang masih basah menunggu kedatanganmu. Setelah menit-menit berjalan dengan lambat, aku melihat kau datang dengan baju hijau dan celana pendekmu. Kau tampak mungil. Ya… kau memang cuma setelingaku. Dan aku selalu terpana saat melihatmu berjalan. Aku bangkit untuk segera bergegas. Namun kau malah duduk dan menarik lenganku.

“Foto dulu, yuk!” Katamu riang

“Difoto?” Aku mengerenyitkan dahi. “Nanti saja kalau udah di pantai!”Kataku enggan.

Tapi kau kekeh. Dan aku selalu mengalah. Dari manyunku sampai senyumku kau abadikan waktu itu. Dan akhirnya aku dengan riang menggandengmu untuk segera pergi ke pantai. Aku melihat, kau tersenyum menang.

Itu dulu saat kepercayaan dan keyakinan masih mengikat kita. Namun kini semuanya telah meninggalkan kita karena kesombongan dan keangkuhanku. Kemarin  aku memandangi foto itu. Aku terkaget merasakan dadaku bergemuruh memandangi senyummu. Padahal berberapa waktu lalu, kau sudah enyah dari pikiranku. Kata Mbak Mega ‘Aku merinudkanmu’ benarkah itu? Rasanya tidak. Saat inipun aku lupa dengan degupan jantung itu. Aku tidak suka merindukanmu yang sekarang. Kamu yang tidak ku kenal, kamu yang telah berubah. Bukan kamu yang manis dan lembut punyaku dulu.

Tapi aku selalu berdoa semoga semua yang terjadi pada kita, pada kamu dan aku. Bisa menjadi pelajaran berharga, bukan jadi alasan keterpurukan yang tak berujung.


Share:
Read More