mari membahas hal-hal kecil dan masa kini

, ,

Kamu

Di awal perkenalan kita kau selalu menyimak setiap perkataanku dengan antusias. Sejak saat itu kurasakan ada binar lain di mataku. Mungkin juga di matamu. Dan lama semakin lama kita semakin akrab. Keakraban yang tidak ku temukan di sosok lain.

Sering kau mengajakku pergi. Meski hanya sekedar untuk jalan-jalan mengelilingi kota kecil ini, atau hanya sekedar untuk jagung bakar. Aku semakin GR saja waktu itu. Namun sering kali rencana kita itu gagal. Karena hujan gerimis atau kamu yang telalu larut pulang. Aku selalu mencoba tersenyum meski hati selalu kecewa. Berharap di hari-hari berikutnya kau akan mengajakku lagi. Namun waktu tak mengijinkannya. Hari semakin hari kita semakin merenggang. Entah apa sebabnya?
Kamu lama tidak menyapaku lewat pesan-pesan singat di pagi hari atau larut malam yang selalu mengagetkanku. Maka aku bosan menunggu.

Tak lama ada sahabat lama yang menanyakan statusku. Ya… Tentu saja aku jawab masih sendiri. Mana mungkin aku menjawab sedang menunggumu. Dan dia dengan senang hati memperkenalkan aku dengan seorang pria. Saudara sepupu pacarnya. Dia baik katanya.

Kamipun berkenalan. Saling bertukar nomor telepon. Dan waktu memperkenankan kami semakin dekat. Meski waktu itu aku masih mengahrapkanmu.

Aku dengannya semakin intens berkomunikasi. Seperti malam itu aku duduk di bangku teras menerima  telepon darinya. Tiba-tiba kau muncul dari kegelapan dengan berjalan kaki. Masih dengan setelan lengkap kantormu. Aku gelagapan menyembunyikan diri. Karena tidak mau terlihat olehmu. Dan kuputuskan untuk pura-pura sedang mendengarkan musik.

“Met Malem” Sapamu pelan.

“Malem juga, Mas. Malam amat sih pulangnya? Banyak kerjaan ya?” Jawabku setengah gugup.

“Iya nih, lumayan. Aku masuk dulu ya. Belum mandi, bau.”

“Ya… sudah mandi sana nanti keburu malam!” 

Aku memerhatikanmu sampai masuk kamar. Tak ku hiraukan orang yang berbicara di ujung telepon sana.

Tut… Tut… Tuuutttttt…

Terdengar bunyi telepon di matikan. Aku masih tak memerdulikan orang di balik telepon sana. Karena kamu telah mengambil fokusku. Menjadikan sepinya malam, deburan ombak, semilir angin, dan deru mesin kendaraan terabaikan. Ku hanya melihat bintang di atas sana yang begitu jauh dan benderang. Sepertimu yang selalu sulit tergapai.

Share:

No comments: