Di awal
perkenalan kita kau selalu menyimak setiap perkataanku dengan antusias. Sejak
saat itu kurasakan ada binar lain di mataku. Mungkin juga di matamu. Dan lama
semakin lama kita semakin akrab. Keakraban yang tidak ku temukan di sosok lain.
Sering
kau mengajakku pergi. Meski hanya sekedar untuk jalan-jalan mengelilingi kota
kecil ini, atau hanya sekedar untuk jagung bakar. Aku semakin GR saja waktu
itu. Namun sering kali rencana kita itu gagal. Karena hujan gerimis atau kamu
yang telalu larut pulang. Aku selalu mencoba tersenyum meski hati selalu
kecewa. Berharap di hari-hari berikutnya kau akan mengajakku lagi. Namun waktu
tak mengijinkannya. Hari semakin hari kita semakin merenggang. Entah apa
sebabnya?
Kamu
lama tidak menyapaku lewat pesan-pesan singat di pagi hari atau larut malam
yang selalu mengagetkanku. Maka aku bosan menunggu.
Tak
lama ada sahabat lama yang menanyakan statusku. Ya… Tentu saja aku jawab masih
sendiri. Mana mungkin aku menjawab sedang menunggumu. Dan dia dengan senang hati
memperkenalkan aku dengan seorang pria. Saudara sepupu pacarnya. Dia baik
katanya.
Kamipun
berkenalan. Saling bertukar nomor telepon. Dan waktu memperkenankan kami
semakin dekat. Meski waktu itu aku masih mengahrapkanmu.
Aku
dengannya semakin intens berkomunikasi. Seperti malam itu aku duduk di bangku
teras menerima telepon darinya.
Tiba-tiba kau muncul dari kegelapan dengan berjalan kaki. Masih dengan setelan
lengkap kantormu. Aku gelagapan menyembunyikan diri. Karena tidak mau terlihat
olehmu. Dan kuputuskan untuk pura-pura sedang mendengarkan musik.
“Met
Malem” Sapamu pelan.
“Malem
juga, Mas. Malam amat sih pulangnya? Banyak kerjaan ya?” Jawabku setengah
gugup.
“Iya
nih, lumayan. Aku masuk dulu ya. Belum mandi, bau.”
“Ya…
sudah mandi sana nanti keburu malam!”
Aku
memerhatikanmu sampai masuk kamar. Tak ku hiraukan orang yang berbicara di
ujung telepon sana.
Tut…
Tut… Tuuutttttt…
Terdengar
bunyi telepon di matikan. Aku masih tak memerdulikan orang di balik telepon
sana. Karena kamu telah mengambil fokusku. Menjadikan sepinya malam, deburan
ombak, semilir angin, dan deru mesin kendaraan terabaikan. Ku hanya melihat
bintang di atas sana yang begitu jauh dan benderang. Sepertimu yang selalu
sulit tergapai.
No comments:
Post a Comment