Fotomu masih ku simpan dalam dompet
lusuhku. Eh, itu bukan fotomu. Tapi kita berdua.
Ya foto kita berdua. Waktu itu kita
akan pergi ke pantai. Aku duduk di kursi dengan rambut yang masih basah
menunggu kedatanganmu. Setelah menit-menit berjalan dengan lambat, aku melihat
kau datang dengan baju hijau dan celana pendekmu. Kau tampak mungil. Ya… kau
memang cuma setelingaku. Dan aku selalu terpana saat melihatmu berjalan. Aku
bangkit untuk segera bergegas. Namun kau malah duduk dan menarik lenganku.
“Foto dulu, yuk!” Katamu riang
“Difoto?” Aku mengerenyitkan dahi. “Nanti
saja kalau udah di pantai!”Kataku enggan.
Tapi kau kekeh. Dan aku selalu
mengalah. Dari manyunku sampai senyumku kau abadikan waktu itu. Dan akhirnya
aku dengan riang menggandengmu untuk segera pergi ke pantai. Aku melihat, kau
tersenyum menang.
Itu dulu saat kepercayaan dan keyakinan
masih mengikat kita. Namun kini semuanya telah meninggalkan kita karena
kesombongan dan keangkuhanku. Kemarin
aku memandangi foto itu. Aku terkaget merasakan dadaku bergemuruh
memandangi senyummu. Padahal berberapa waktu lalu, kau sudah enyah dari
pikiranku. Kata Mbak Mega ‘Aku merinudkanmu’ benarkah itu? Rasanya tidak. Saat
inipun aku lupa dengan degupan jantung itu. Aku tidak suka merindukanmu yang
sekarang. Kamu yang tidak ku kenal, kamu yang telah berubah. Bukan kamu yang
manis dan lembut punyaku dulu.
Tapi aku selalu berdoa semoga semua
yang terjadi pada kita, pada kamu dan aku. Bisa menjadi pelajaran berharga,
bukan jadi alasan keterpurukan yang tak berujung.
No comments:
Post a Comment