Pada bulan yang hampir berakhir tak sepatah kata pun sempat terucapkan. Ada keheningan yang memenuhi ketidakberdayaan. Padahal ternyata ada sepasang mata yang menunggu gadis menari di atas panggung sederhananya. Maka biarkanlah kali ini sedikit kuceritakan tentang seorang perempuan muda yang bernama Gadis.
Gadis hidup bersama padang rumput hijau yang berbisik ketika mereka bergoyang, bersama aliran air sungai yang membuat hatinya menenang ketika bergemuruh, dan bersama muara yang menggodanya untuk pergi menyeberang.
Pada suatu waktu ketika ia belajar memahami ikatan embun dan pagi, tak sengaja ia mendengar alunan melodi yang membawanya ke sebuah pantai. Ia tak merasa rugi karena pekerjaannya tertunda, malah ia merasa beruntung karena ini musim panas dan ia berada di tempat yang tepat. Lautan yang biru membentang, ombak yang menggulung indah, pasir yang berdesir kala telapak-telapak kakinya bersentuhan dengan mereka, dan bonus yang luar biasa dari langit. Maka tak membutuhkan waktu lama untuk membuatnya tertarik dan memilih untuk tinggal di sana.
Gadis bahkan tak sama sekali mengingat embun dan pagi beberapa waktu kemudian. Ia asik mengamati terik. Ia asik mengamati debur. Pada saat hari mulai menepi ia di suguhi warna-warni angkasa beserta keanggunan matahari yang pulang keperaduannya. Dan ia benar-benar jatuh cinta.
Musim panas berakhir. Maka dingin mulai membuatnya menggigil. Aroma tanah basah kini yang memenuhi pikirannya dan bukan lagi bau karang terbakar. Namun ia tetap selalu pergi ke pantai kala senja tiba. Ia masih kerap berharap bahwa kegundahan awan tak akan menghalanginya untuk melihat keanggunan matahari ketika pulang keperaduannya. Ia telah jatuh cinta, dan ia tidak akan lupa.
Waktu berjalan dengan berani, tanpa pernah lagi membuat awan cuti mengguyurkan hujan. Hujan masih sering tiba, meski penanggalan mengatakan ini saatnya untuk musim panas. Dan Gadis tetap menemui pantai kala senja meniba. Ia telah jatuh cinta, dan ia tidak akan lupa.
Teduh menjadi temannya di setiap hari. Bahkan kadang ia tidak mengetahui kapan pagi usai. Dan rumput tetap saja basah sepanjangan hari. Entah itu embun atau memang tetesan air yang dijatuhkan awan. Tiba-tiba saja kala dingin benar-benar membuatnya menggigil, ia ingat tentang ikatan pagi dan embun. Mereka mulai tersamarkan hujan. Hal itu membuatnya ingin mempelajarinya kembali. Ia yakin ia tidak akan lupa kalau ia telah jatuh cinta.
Dalam pembelajarannya ia hanya sampai pada bahwa ikatan embun dan pagi adalah sebuah kesederhanaan yang mempertontonkan keikhlasan. Dan ia cukup sampai di situ, ia lelah. Ia telah jatuh cinta, dan ia memang tidak ingin lupa. Ia harus pergi ke pantai saat senja meniba dan menunggu keanggunan matahari yang pulang kembali keperaduannya. Meski ia tidak pernah tahu kapan musim panas akan kembali berjalan dengan seharusnya.
Ada yang tak pernah berjanji padanya ketika senja. Ada yang tak pernah berkata cinta kepadanya ketika senja. Namun ada pula yang tak pernah berkata selamat tinggal padanya ketika senja.
Dan Gadis adalah perempuan lugu yang tak pernah tahu bahwa dalam hukum menunggu harus ada seseorang yang ditunggu. Seseorang dengan sebuah janji atau paling tidak sebuah ucapan yang salah satu katanya berarti cinta meski tanpa sebuah janji.