Pada akhirnya ia berkata lelah. Dan aku tak tahu harus berbuat apa. Senandung nyanyian di dalam isi kepalaku bertolak belakang dengan hatiku. Aku ingin tak pergi kemana-mana. Aku ingin tetap tinggal. Tapi rupanya ia tahu, bahwa ada hati yang tak pernah jatuh.
Aku ingin ia mempercayai bahwa rasa ini akan berubah bersama dengan waktu yang bergerak. Aku ingin ada juga yang meyakini dan meyakinkanku. Tapi ia menyerah. Mungkin aku membuatnya gusar. Atau membuatnya ketakutan. Padahal aku hanya meminta untuk diyakinkan.
Aku terlalu banyak menelan kecewa. Makanya mungkin aku meminta lebih untuk diyakinkan. Aku meyakini bahwa setiap hubungan memang ditakdirkan untuk saling menyakiti. Makanya keyakinan menjadi kunci utama untuk merelakan. Merelakan hati tersakiti karena kita tahu itu memang bernilai setimpal.
Mungkin kelak ia akan kembali atau mungkin kelak akan ada seseorang yang dengan suka rela meyakinkanku tanpa perlu aku memintanya.
Hanya saja perjalanan kali ini telah usai.


