Berhenti lagi ia pada sunyi
Pada bebatuan licin di gunung yang tertetesi rintik hujan
Batu kokoh untuk diinjak
Namun sayang, batu itu tetap batu yang tertetesi hujan
Licin
Mengarah menuju puncak
Namun terseret tebing curam
Tengadah lagi menatap langit
Lagi-lagi itu pada biru
Takdir yang diyakininya sendiri
Tergelantung ia pada akar dari pohon
Hendak terjatuh pada karang menjulang di lautan
Andai saja ia lalai dan menyerah
Mengendurkan pegangannya
Demi untuk terjatuh pada biru kedalaman
Namun kembali lagi ia tengadah
Pada biru langit yang luas membentang
Ia putar pikirannya
Memanggil nyawa terbang untuk selamat
Pejamaan matanya menghantarkan ia pada terik puncak gunung
Tiba-tiba saja terhenyak pada mimpi di siang bolong
Mengitarkan mata pada hamparan hijau tertutup awan tipis
Mengirup mimpinya dalam-dalam
Ia simpan itu udara untuk pencapaian
Diraihnya uluran tangan pada sadarnya
Memamerkan bebarisan gigi rapi pada nyaman di depannya
Merangkulnya, menyakini kelak pada esok
Mempercayai, tatapan mata teduh dambaannya
Dan ia selamat.
No comments:
Post a Comment