mari membahas hal-hal kecil dan masa kini

Mom and Her Daughter


Aku pernah sesekali memikirkan tentang bagaimana nanti jika aku berkeluarga. Punya suami dan anak. Meski sering kali aku berkelit ketika orang menanyakan hal itu. Aku selalu menjawab. “Pikiranku belum sampai situ.” Ya aku bohong tentang hal itu.

Dan ternyata sudah cukup banyak yang aku pikirkan. Seperti  masalah-masalah apa yang nanti akan aku hadapi dan akan aku terima. Meski kadang selalu kebuntuan yang aku temui.

Untuk urusan suami mungkin tidak banyak yang aku pikirkan. Menurutku itu bisa berjalan dengan apa adanya sesuai dengan waktunya. Tapi untuk urusan anak, sama sekali belum terpikir olehku. Tentu saja begitu karena aku masih muda. Itu alasannya? Entahlah.

Tapi yang jadi pemikiranku saat ini adalah bagaimana kelak jika aku mempunyai seorang anak. Aku pikir menjadi seorang ibu adalah tanggung jawab yang sangat besar. Sangat. Dan tentunya itu tidak mudah. Sering aku mendengar anak adalah gambaran dari orang tuanya, dan lebih dominanya adalah ibu. Karena ibu jugalah yang paling dominan dalam mengasuh anak. Meski itu tidak selalu.

Aku bingung memikirkan dari mana nanti aku belajar menjadi seorang ibu. “Kenapa harus bingung, bukankah kau mempunyai seorang ibu?” pasti itu pertanyaan yang akan terpikir saat membaca tulisan ini. Dan itupun pertanyaan yang sama dengan apa yang aku pikirkan saat pertama kali memikirkan hal itu.

“Kenapa aku harus sebingung itu? Apa ibuku tidak cukup layak untuk menjadi contoh ibu yang baik?” Bukankah terlihat sangat jahat aku berucap seperti itu? Padahal kurang apalagi ibu membesarkan aku sampai sekarang ini?

Aku tidak jahat. Aku bukan membenci ibuku. Aku menyayanginya lebih dari apapun dan siapapun. Aku hanya menyesalkan cara dia membesarkan aku. Terlalu sedikit hal yang bisa aku mengerti tentang kasih sayangnya. Aku mengetahuinya karena aku merasakan betapa dia menyayangiku. Hanya rasa yang aku punya untuk bisa mengartikan kasih sayanya. Karena terlalu banyak hal yang dia lakukan tidak bisa tercerna oleh otakku.

Dan kelak aku tidak mau jika anakku hanya mengetahui rasanya saja. Karena rasa telah menjadi anugrah-Nya sejak kita ada dalam kandungan seorang ibu. Aku ingin dia bisa memahami setiap hal yang aku lakukan untuk dia. Tidak seperti aku sekarang ini. Yang selalu tidak mengerti dengan hal-hal yang dia lakukan untuk aku. Meski aku selalu belajar untuk bisa menerima apa yang ibu lakukan untukku. Selalu aku akhiri dengan kalimat bahwa ibu melakukan semua hal itu karena: “Dia begitu menyanyangiku. Lebih dari apa yang aku ketahui”.

Ya… itu karena pikiranku masih terlau “tidak tahu” untuk mengerti semuanya.
Share:

No comments: