Malam
ini, malam Senin, tanggal 18 November 2012. Kombinasi tanggalnya tidak cantik
sih, tapi hari ini terjadi sentuhan-sentuhan halus pada sanubari yang
seringkali terusik.
Pertama:
Dari
kemarin sore dan kemarinnya lagi, aku dihantui rasa bersalah. Kenapa? Sudah
pasti dong jawabannya, karena. Hehe. Iya, jadi semuanya itu karena aku
mengambil libur berbarengan dengan rekan kerjaku padahal sebelumnya kami selalu
bergantian. Ditambah, liburnya 2 hari berturut lagi. Hal yang sangat langka
sekali terjadi di perjalanan karir ku, cie ileh. Haha. Jadilah hari minggu ini,
hari yang mendebarkan, takut di marahi si Bos soalnya. Tapi untungnya dini hari
tadi ada yang membangunkanku untuk tahajud. Tapi gara-gara sudah setengah
empat, aku ngedumel dalam selimut malas sekali untuk bangun. Hehe. Eh, jadinya
sampai subuh tidak bisa tidur lagi. Tapi untungnya lagi, subuh sekarang jam 4,
jadi jatah tidurku hanya berkurang setengah jam saja. Aku shalat subuh, dan
berdoa tentunya untuk keselamatanku pagi ini. Setelah berdoa dengan khusyu aku
tidur lagi. Memanfaatkan waktu yang ada. ^___^
Aku
bangun dengan masih dihantui rasa bersalah pada pekerjaan yang pasti menumpuk
dan agak meringis membayangkan muka si Bos. Tapi aku pasrah dan berserah diri
pada yang Maha Kuasa. Terlihat berlebihan, kah? Harusnya tidak, karena itu
benar-benar mendebarkan.
Dan
waktu masuk kantor, suasana lengang. Tidak ada satu pun orang. Alhmdulillah
satu kelegaan. Hehe. Namun satu demi satu orang-orang semakin bermunculan, dan
terakhir si Bos. Deg... Deg... Deg... Aku sama sekali tidak menoleh. Terus
menatap layar komputer dengan khusyu. Pura-pura berfokus pada angka-angka,
padahal hati sudah tidak menentu.
“Wi...!”
DUG... DUG... DUG... Itu suara si Bos.
“Ini
tagihan bengkel Hegar Manah besok di bayar ya!” Terdengar suara si Bos dengan
nada yang sangat lembut. Kalian tahu, betapa leganya aku? Itu sungguh luar
biasa. Hahaha.
Dan
itu hal yang pertama tentang Keyakinan, Kepercayaan, Pasrah dan Berserah diri
kepada-Nya.
Kedua:
Ini
tentang labil yang telah lama teralami. Tentang bimbang di hati. Tentang rasa
dan diri sendiri.
Aku
berlari ke kanan waktu itu dan terpentok pada dinding keras tak berpintu,
kemudian terpelanting ke arah yang berlawanan. Namun aku masih diam di tempat
terakhir, mencoba bertahan untuk meneguk secangkir kebahagian, meski setetes
pun tidak mengapa. Namun aku berputus asa. Kemudian aku berlari ke kiri. Dan
tahu hasilnya seperti apa? Nihil yang sama, bahkan lebih tersia-sia. Dan tadi
saat aku berselancar di dunia maya, aku tertampar lagi pada sebuah kenyataan.
Tidak ada tempat untukku, sama sekali tidak ada. Perih. Satu tetesan bening
meluncur dari sudut mataku. Ya... Hanya satu tetes saja. Terbiasa dengan perih
membuat mataku lebih baik lagi menjaga air matanya.
Hatiku
berdendam menyaksikan perih, kemudian berdalih. Namun aku kembali, pada nalar
yang serupa di awal. Aku menyaksikan kilas balik dari semua perjalanan ini. Dan
aku terhenyak saat menyadari betapa beruntungnya aku masih berada di tempat
yang sama, yaitu di kenihilan. Ya... Betapa beruntungnya aku tidak masuk ke dalam
pengharapan yang seharusnya tidak di sana aku menggantungkan sebuah angan.
Karena ternyata aku masih dilindungi oleh Sang Pencipta, masih dikasihi
oleh-Nya, dan masih di beri kesadaran untuk itu semua.
Dan
aku menyadari zonaku saat ini masih di penantian. Aku masih belum layak untuk
berdampingan dengan siapapun, karena dengan waktu pun aku masih sering
menyalahkannya dan mengeluh padanya.
Jadi
ini tentang Keyakinan, Kepercayaan, Pasrah dan Berserah diri kepada-Nya yang
kedua. Aku benar-benar mempasrahkan semuanya. Tidak ada pertaruhan yang paling
menenangkan selain menyerahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa. Dia pemilik
hidup kita, Dia paling tahu mana yang terbaik untuk kita, dan Dia-lah pemilik
sang waktu. Jadi sekalipun saat ini tidak ada keberpihakan kepdaku, tidak ada
yang berkonspirasi denganku. Aku yakin
aku baik-baik saja. Karena di genggamanku ada Keyakinan dan Kepercayaan, serta di
hatiku ada Kepasrahan dan Penyerahan diri kepada-Nya.