mari membahas hal-hal kecil dan masa kini

, , ,

Jingga dan Yona: Cerita Jingga


Cerita dari dia pemilik nama Jingga:

Juni, 2009

Dia seseorang dari masa lalu, kemarin berkunjung dengan membawa sebuket bunga yang tidak pernah saya sukai. Dia tahu itu, tapi itu layaknya ritual kesucian yang harus selalu ia lakukan. Dia datang dengan tampang lupa akan salah dan dosa. Memamerkan barisan giginya yang rapih dan putih. Dia memang selalu seperti itu, seperti dulu. Merasa benar atas kesalahan apapun. Merasa semuanya harus selalu dimaklumi. Memang sesekali berucap maaf, namun kemudian berprilaku sama seperti sebelumnya.

Dulu saya bertahan, karena saya pikir saya telah berjuang banyak dengannya. Melewati berbagai ketidak adilan bagi kami. Tak menggubris berbagai cacian dari mulut-mulut yang otaknya hanya dipenuhi dengan ke-sok tahuan. Saya bertahan hanya demi kata kita. Kebersamaan yang sangat sulit kami raih, karena masih ada jemari-jemari yang menggenggam tangan kami masing-masing, saat pertama kali Waktu mempertemukan kami.

Kami hanya menuntun diri menuju rasa nyaman. Nyaman yang damai. Mengikuti detakan demi detakan yang semakin riuh saat kami bertatapan. Ya… Kami hanya mengikuti itu.

Berbagi kisah kami goreskan dalam 2 tahun kebersamaan kami. Kata putus yang selalu terucap tak pernah bisa tertahankan. Meski itu hanya karena hal-hal kecil dan sepele. Namun kami selalu kembali, kembali pada nyaman yang damai. Kembali kepada rumah. Kami saling membutuhkan satu sama lain.

Dan kemarin adalah pertemuan kami setelah 1 tahun kata putus terucap, dan tidak pernah kami coba sambung kembali. 1 tahun yang berat tanpanya. Berjalan mengelilingi kota tanpa genggaman tangannya. Melewati café favorite kami, yang tak pernah lagi saya kunjungi karena selalu teringat akan dirinya. Memberi makan ikan-ikan koi di kolam taman kota tanpa canda dan tawanya. Mengurusi molly dan myllo (sepasang hamster yang kami beli dari Bapak tua, yang mengahpiri kami di taman kota) sendirian, tanpa kericuhan dia saat saya memandikan mereka.

Ya… Saya sangat merindukannya, sangat. Tapi itu bukan berarti saya akan mengucapkan kata kembali, setelah penghianatann keji yang telah ia lakukan dengan seseorang yang saya sebut sahabat dulu. Bercinta di belakang saya tanpa pernah terketahui. Dia memang tidak pernah mau belajar dari apa yang disebut masa lalu. Dia terlalu angkuh untuk menyadari. Dan itu satu karma terperih yang telah sangat melukai hati dan perasaan saya.

Ya… Dan saya membiarkan mereka tertawa puas, mereka yang mencaci-maki kebersamaan kami di awal. Tertawa puas atas keterpurukan yang saya alami. Karena saya sadar akan kesalahan masa lalu saya, yang telah menyakiti 2 hati. 2 hati yang merelakan kebersamaan kami didasari pada apa yang mereka katakana “Cinta itu tidak harus selalu memiliki, dan akan selalu bahagia jika yang dikasihi bahagia.”  Kami seegois itu dulu.

Saya layaknya raga tampa nyawa selama 3 bulan setelah kejadian itu. Melepaskan separuh jiwa pada sebuah penghianatan.

Dan kini dia datang, membawa separuh jiwanya. Untuk disatukan kembali dengan hati saya. Tapi saya lelah. Dan apa ini cukup adil bagi saya, dia dan mereka?


Share:

No comments: