Ada sebilah
rindu yang selalu memburu senja dan menunggui pagi.
--------------------------------------------------------------------
Ini
hari pertama di mana Rindu memburu senja. Memburu matahari yang akan tenggelam
pada peraduannya. Untuk kali pertama ini ia berhasil memburu senja. Tapi esoknya
ia terlambat memburu pagi. Ia terlalu malam terlelap, karena memaksakan diri
terus terjaga. Namun ia mengalah pada kantuk di dini hari. Ia kemudian
terlelap. Namun di esok hari saat ia terbanguna, ia sudah kehilangan matahari.
Matahari telah jauh pergi dari peraduan pagi. Rindu menyesal tidak terlelap di
sore hari setelah pulang dari peraduan matahari di kala senja kemarin. Atau
mungkin ia bisa meneguk beberapa cangkir kopi, supaya bisa terjaga sampai pagi.
Bukan kalah di dini hari, dan terlambat.
Hari
kedua ia menunggu lagi sampai senja menjelang. Mengucapkan selamat tinggal pada
matahari yang perlahan tak tampak. Berpengharapan esok hari di saat pagi ia
bisa menemuinya kembali.
Setelah
ia pulang dari tempat mengantarkan matahari ia tampak gelisah, karena takut
kejadian kemarin malam terulang kembali. Bimbang antara harus terlelap atau terus
terjaga. Ia mencari cara, dan menemukan sedikit ide. Mungkin akan menyenangkan
jika berbincang dengan Rasa sampai esok pagi. Ia bersemangat untuk perbinacangan
itu. Dia beranjak dan menemui Rasa. Menyampaikan maksudnya, dan kemudian mereka
benar-benar berbincang. Namun Rasa semakin mendominasi perbincangan, Rasa
menggalau. Rindu hanya terdiam menyimak Rasa bercerita, sembari menunggu
gilirannya. Namun sampai dini hari Rasa tetap terus bercerita tanpa mau
berhenti. Dan Rindu kini mulai terkantuk-kantuk lagi, merasa nyaman di
dongengi. Setelah beberapa kali menguap, Rindu pun terlelap lagi. Mengalah lagi
pada kantuk.
Kemudian
di esok harinya lagi, ia kembali terlalmbat. Merasa sangat kesal dan ingin
memarahi Rasa. Namun ia urungkan niatnya itu, karena dirasanya itu tidak
sepenuhnya salah Rasa.
Ia
kembali lagi menunggui senja dan mengantarkan matahari keperaduannya. Kemudian
pulang dan menyusun rencana untuk menyambut matahari di esok pagi. Namun rangkaian
kejadian itu terus berulang. Ia selalu berhasil memburu senja, namun selalu
tidak dapat menemui matahari di esok pagi. Karena Rindu selalu saja kalah pada
kantuk dan terlambat terbangun di kemudian hari. Mungkin sampai berpuluhan kali
ia mencobanya denagn berbagai cara. Namun tetap saja ia selalu tidak berhasil.
Dan
sampailah ia kini di titik jenuh, bosan, dan capek. Kali ini ia berhenti. Ia
berpasrah pada diri. Ia meyakini dirinya telah berusaha, dan jika kini usahanya
belum membuahkan hasil mungkin ini masih belum saatnya. Atau ia memang benar-benar
tidak bisa melawan kantuk.
Dan
kini ia akan menunngu. Bukan menunggu sampai ia mampu, tapi ia akan menunggu
sebilah rindu lagi. Yang akan menemaninya melewati malam, dan membangunkannya
di esok pagi saat ia telah kalah lagi dengan kantuk.
--------------------------------------------------------------------
Dan jadilah sepasang Rindu yang menghantar matahari terbenam di senja yang jingga. Kemudian menunggu pagi untuk menyambut matahari yang perlahan muncul dari peraduannya. Menuai segala rindu, menjadikannya kehangatan yang aman dan nyaman.

No comments:
Post a Comment