mari membahas hal-hal kecil dan masa kini

Di Ujung Telunjuk

Ini tak lagi kenyamanan
Banyak angin ribut hilir mudik entah berasal dari mana
Tak ada lagi kobaran
Mereka lenyap bersama keraguan

Mereka hanya ingin berada dengan telunjuk mereka
Tanpa isi di kepala mereka
Di sini lelah yang teramat
Berlari ke sana kemari tanpa tahu untuk apa

Sedangkan kepala masih ingin diisi oleh peta dan buku-buku
Kemana mereka pergi?
Para guru yang lelah tak dihargai

Ada ketakutan yang lebih dari keraguan
Memapah tungkai kaki yang enggan diajak kompromi.

nsw, 301214
Share:
Read More

Masa Transisi

Ada yang tidak cukup dengan menarikan jari di atas keyboard. Karena apa yang tersimpan di dalam sini bukan hanya sekedar sampah. Ada sebagian lagi yang ingin mendengarkan dan menerima. Meski sampai saat ini perbedaan adalah hal yang masih sulit untuk diatasi. Namun akan ada masa pembelajaran bukan?

Dan kuharap tak akan berlama-lama di masa transisi ini.
Share:
Read More

Got Lost

"Segala sesuatu terjadi ketika kita memulainya." I just wanna say that. And I don't know how long I've been here. Everything just stuck.

Masa transisi yang mengerikan bagi kepala yang tak dapat beranjak kemana-mana. Saya seperti api pada suatu masa dan kemudian hujan mengguyur saya. Membuat saya kuyup. Dan yang paling mengerikan adalah bahwa saya lupa. Lupa segala hal.

I just wanna feel that way. When it is funny I'm laughing, when it is sad I'm just crying, when everything is happen then just let them happen. But I always lost something. Yang di mana saya lupa harus mencari ke mana.


Share:
Read More
, ,

KITA

Pada sebuah sore yang di sambut tawa renyah, kita katakan kita tak sedang jatuh cinta
Kita hanya saling menjaga dalam ikatan tanpa nama
Pada beberapa purnama kemudian kita berbicara dengan udara dan angin
Saling mengirimkan pesan lewat apa yang sanggup kita gapai
Kemudian entah sejak kapan kita saling jatuh cinta
Hingga pagi menemu muara penantiannya.



Pnd, 26102014.
Share:
Read More
,

Garis Batas


Proyeksi dari masa lalu dan latar belakang secara otomatis telah membuat garis-garis batasan tertentu. Garis-garis itu terbuat dari mata yang menyala dan mulut-mulut yang berapi. Hendak saja ia melewatinya maka ia akan terluka karenanya.

Namun mungkin akan berbeda jadinya, jika saja ia mampu memproyeksikan semesta ini pada detik ini di mana ia sedang berada. Segala batas akan melebur beserta ruang dan waktu.

Maka wajar saja jika ia membuat dunianya sendiri. Menciptakan segala hal yang sanggup ia gapai dalam imaji tanpa  takut lagi akan sekat-sekat yang tengah mengawasinya.

Maka kini ia mempunyai dua dunia yang ia tempati. Sebuah dunia yang bersekat-sekat dan sebuah dunia yang tanpa batas. Sekiranya di mana kah ia lebih ingin tinggal?

Jika saja ia tak merasa kesepian ia hanya ingin tinggal di dunia ciptaannya. Ia merasa nyaman di sana tanpa harus merasa risih. Dan ia pun tak selalu harus menatap cemin yang seketika saja mampu mengubahnya menjadi sosok yang diinginkan dunia sebrang. Namun sepi membuatnya tak tahan, maka meskipun dunia sebrang membuatnya terluka ia akan berada di sana untuk beberapa saat. Menikmati gegap-gempita juga kerlap-kerlip cahaya. Karena dengan begitu ia akan merasa hidup. Tak peduli seberapa kalipun hidup membuatnya melarikan diri.
Share:
Read More
,

Tak Berdaya

Ini adalah sebuah ketakberdayaan yang menyebalkan.

Dunia memperkenalkan kita pada berbagai hal dan berbagai cara. Tapi kenapa masih ada rasa tak berdaya di dalam diri? Dan untuk kali ini bahkan untuk melarikan diripun tak sanggup.

Andai hari ini tak secerah ini mungkin aku boleh tak merasa semalu ini berjumpa dengannya. Namun, semestapun masih sanggup berseri ketika setumpuk lelah sedang ia tanggung.

nsw. 11092014
Share:
Read More
,

Pilihan Part 2

Kali ini rekor, karena saya absen menulis di blog ini selama 1 bulan. Gairah saya menulis semakin lama semakin menurun. Kenapa? Haruskah saya jawab entah?

Menggenggam pilihan tak pernah jadi prioritas saya. Mungkin karena saya belum yakin pasti bahwa pada saat harus belok ke kanan atau ke kiri saya melakukannya dengan benar. Banyak teori yang telah saya baca tentang keberadaan manusia di semesta dan bagaimana cara memaknainya. Namun, teori itu tak selalu mampu bertahan lama di  benak saya. Kenapa? Haruskah saya jawab entah?

How about feeling? Saya termasuk orang yang mungkin cenderung menyukai perubahan yang tak teratur. Dan berada di suatu tempat dengan kadar rutinitas yang 90% membuat isi kepala saya buntu. Saya tak suka ditinggalkan namun tak punya pilihan lain untuk meninggalkan. Sesak mendapati diri yang terlalu tak berjarak, namun juga letih menata hati dan pikiran ketika jarak membentangkan sayapnya. Kenapa? Haruskah saya jawab entah?

Masa depan dan masa lalu. Kekhawatiran dan penyesalan. Mungkin karena suasana hati saya kurang baik jadi kali ini saya lebih suka menggunakan kata-kata yang pesimistis. Sejujurnya saya ingin terbang. Mengepakkan sayap sekehendak saya. Namun semesta memang punya aturan bukan? Karena itulah kenapa sampai saat ini ia masih berputar dalam porosnya.

Saya tak semahir matahari yang mampu berputar dan kembali dalam jarak waktu 24 jam saja. Saya terlalu asik dengan perubahan, dan sering lupa bahwa ini adalah cara paling efektif untuk merapikan segala hal.

Namun semoga apa yang saya lakukan kali ini membantu saya meyakini pilihan yang saya ambil. Welcome to the new journey and the new routine.


Share:
Read More
,

Inilah Mereka

Sebetulnya ini sedikit terlambat dan saya sudah tak merasakan lagi momennya. Cuma ingatan selalu punya caranya sendiri untuk merekam gambar dan suasana. Semoga ini cukup untuk mengingatkan saya kelak bahwa saya pernah berada di sini dan pernah berada di suasana seperti ini.

Tahun 2014 ini adalah tahun ketiga di mana saya meniup lilin.Tapi di 2 tahun sebelumnya I felt nothing special even it's my birthday. Sampai akhirnya tahun ini tiba. Saya tak lagi melihat kue tar atau lilinnya, yang saya lihat ada orang-orang yang berada di sekeliling saya. Saya tertegun, kemana saja saya selama ini hingga lupa apa sebenarnya makna dari ini semua.

Thanks all... ^^

This is my favorite part. It's supposed to be me but I was happy to shared with her.

Dan seharusnya ini angka 22. But, it doesn't matter. Ini malah sangat-sangat lucu. Haha

And here's they are:



Dan inilah kado terbaik yang pernah saya dapat seumur saya ada, yaitu MEREKA. Dan dapat merasakan keberadaan mereka ketika saya berada di sana adalah anugerah yang tak mampu saya jelaskan. Saya hanya sangat-sangat bersyukur dapat berada di tempat sekarang saya berada.

Maka, terima kasih atas semuanya.



Share:
Read More
,

Waktu dan Detak

Pagi ini pagi yang syahdu, masih tercium wewangian sisa-sisa hujan semalam.
Dingin.

Pagi ini, ada percakapan menarik tentang waktu.
Di mana waktu selalu menjadi hal topik utama dan menarik.
Ketika kita hanya menghitungnya menjadi bagian yang paling cepat.
Ketika kita menghitungnya menjadi sesuatu yang begitu lambat.
Ketika itu terjadi, ketika di mana kita tak mengingat sebuah kesementaraan.
Karena yang kita ingat esok akan tiba kembali dengan warna yang serupa pelangi.
Padahal siapa yang tahu bahwa di keesokan hari akan ada waktu yang serupa.
Ketika pada esok hari udara tiba-tiba lenyap.
Dan kita tak dapat mengamini detak jantung kita sendiri.

Tak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi pada esok?
Lantas kenapa tak bersyukur saja untuk hari ini?
Untuk setiap oksigen yang terisap.
Untuk setiap darah yang terpompa detak.

Mulailah hari ini,
Untuk mengurangi sesal di esok waktu yang tak serupa.
Share:
Read More
,

Percakapan Bersama Pagi


Di pagi ini orang-orang sibuk meributkan tentang dua pasang lelaki yang akan memimpin negeri. Padahal mungkin saja mereka hanya korban dari euphoria media yang saling menjatuhkan.

Lantas di sebelah, sebagian lagi apatis dan lebih memilih ikut keramaian pesta olahraga seluruh dunia yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali itu. Mengamini tim Orange yang muungkin saja bisa maju ke babak final dan membawa pulang tropi pertamanya ke kampung halaman mereka.

Dan kupikir hujan selalu tetap lebih menarik dari apapun. Dalam setiap rintik yang jatuh, ia mengeja kehilangan. Di sana kutemui getir yang menelusupkan kelegaan. Meski tak akan ada yang sanggup mengalahkan ketegaran hujan, aku masih ingin tetap berada di sini menemaninya menjadi pesaing paling tangguh.
Share:
Read More
, ,

Pilihan

Banyak tempat yang nyaman dan di sini adalah salah satunya. Ini tempat di mana kau dapat terjebak di dalamnya untuk jangka waktu yang tak terhingga, karena kau berada di sana semau kau ada. Ini tempat yang membebaskanmu namun menyesakanmu secara bersamaan. Hingga pada akhirnya kau akan tersandung dengan apa yang terjadi di seberang.

Tak pernah ada yang tahu kapan waktu akan benar-benar berhenti atau mungkin saja detak di jantungku yang akan menemui akhir terlebih dahulu.

Kali ini tentang waktu yang perlahan dapat mudah dimengerti. Waktu yang tak akan pernah bisa kembali dan pilihan-pilihan yang keberadaannya tak pernah bisa dihindari.

Saat ini mungkin yang terbaik adalah memperjuangkan segala hal yang karena-Nya. Karena kelak sesaat setelah jantung berhenti berdetak kepada-Nyalah kita akan dikembalikan.
Share:
Read More

Sang Penunggu

Ada yang selalu menarik jika itu tentang kemarin, akan ada saja yang dapat diucapkan. Namun jika tentang saat ini maka akan ada kelu. Lalu aku, tak lebih dari seseorang yang hanya mengulang-ulang kata lugu.

Ia menghilang dalam malam, namun tak lekas kembali meski pagi menjelang. Dan aku tak ubahnya patung selamat datang, menunggu dan selalu menunggu. Padahal ia bisa saja tak mengerti waktu, dan lupa akan masa lalu.


Share:
Read More

Pandangan Pertama

Sesederhana sebuah percakapan asing. Sesesederhana itu pula cinta hadir. Hanya sesaat menatap mata asing itu, hanya sesaat pula debar tak asing itu bercerita tentang masa silam dan masa depan. Percaya atau tidak tapi cinta pada pandangan pertama itu tak mustahil adanya.

Ia, lelaki asing yang belum pernah aku temui sebelumnya namun tampak begitu tak asing. Tatapan matanya seteduh awan kala mentari terik menyengat semesta, menawar segala kerinduan yang tak pernah kutahu dari mana ia bermula. Suaranya menggema kala pertama ia berucap "Hai", seperti gemuruh yang tiap malam menemani mimpi menjemput pagi.

Adakah ini suatu yang telah ditentukan sejak lama? Dan pertemuan dengannya adalah untuk menuntaskan segala dahaga. Bahkan aku tergagap, tak mampu berucap menimpai segala hal yang ia ucap. Ingin aku katakan "Hei orang asing pernahkah kita menjalin sebuah ikatan di masa silam atau kelak kita berkahir dengan sebuah yang disebut selamanya? Apakah kau merasakan hal yang sama?". Ah... Konyolnya.

"Selamat bertemu dikemudian hari. Semoga ini tak hanya kesan pertama yang terhenti kala waktu mengikis ingatan, Orang Asing."
Share:
Read More

Waktu

Hari ini hari terkahir di bulan Mei. Lagi-lagi waktu menyeretku secara paksa. Padahal aku sangat menikmati apa yang disebut dengan masa kini. Meski saat semua itu berlalu mereka hanya akan menjadi butiran-butiran yang sekelebat saja, seperti halnya angin.

Segala hal berganti bersama detik-detik yang berlari. Kadang aku berfikir adakah hati yang hanya berdiam di tempat? Bukankah sudah dikatakan bahwa segala hal berubah bersama detik-detik yang berganti. Seperti rindu, bukankah rindu hanya datang beberapa waktu setelah kepergian. Maka jika waktu menimbunnya dengan segala hal baru. Benarkan itu masih jenis rindu yang sama? Kurasa tidak, itu hanyalah bagian dari kenangan yang tak dapat direlakan kepergiannya.

Lantas aku berfikir lagi. Jika semuanya terus-menerus berganti dan aku hanya merelakannya pergi, apa yang aku punya kelak? Kenangan? Kenangan dengan rasa yang berbeda dalam setiap saatnya?

Maka aku berfikir lagi. Banyak sekali orang yang terbebani oleh kenangan, ketika aku berfikir bahwa kenangan adalah satu-satunya hal yang paling bisa bertahan lama dalam kebergantiannya segala hal.

Mereka mengatakan kenangan tak selamanya menyenangkan. Padalah itu tergantung seberapa sanggup hati kita menerima sebuah perubahan.

Ah, ini padahal hanya tentang waktu. Waktu yang kita lewati sebelum berakhirnya usia. Waktu yang kita lewati hanya sekali sebagai manusia di dunia. Apa yang kita cari? Apa yang kita banggakan dari hati yang selalu tertinggal bersama kenangan? Dari hati yang selalu mengeja kepergian? Dari hati yang selalu menghitung seberapa rindu bisa bertahan?

Sudah kubilang ini hanya tentang waktu. Maka waktu jugalah yang kelak akan menjawab. Karena Tuhan selalu memberi di saat waktu yang tepat.

Selamat menikmati hari terkahir di bulan Mei 2014.
Share:
Read More
,

Tanah Baru

Selamat Pagi...

Selamat menginjakkan kaki kembali di tanah asing. Setiap hal yang terjadi dalam waktu yang berbeda tak akan pernah jadi sama, terlebih ketika itu memang di tempat yang berbeda.

Hanya saja harapan dan doalah yang selalu sama. Semoga saja Allah SWT memberi petunjuk dalam setiap hal yang akan terjadi, yang kelak akan menggurui.

Kali ini yang membuat penasaran adalah wanra langit apa yang terbentang di atas landasan para truk terbang. Di sanalah kita akan menerbangan berbagai harap dan berbagai keinginan.

Selamat Menikmati... "Just enjoy the show." ^^


Mess, 27052014
Share:
Read More
, ,

Dia

Ini tentang keyakinan
Meski mungkin tak setegar karang
Meski mungkin hanya sebuah keinginan,
yang didasari logika dan perasaan

Namun ini layaknya akar
Semakin lama ia ada
Semakin ia tumbuh mendalam

Hanya saja kadang ketakutan akan ketidak benaran mengganggu kesadaran
Namun ini hanyalah perjalanan yang ditunjukan Tuhan
Ada kalanya ia dijatuhkan dan kelak diterbangkan

Dan kita hanya akan selamat dengan keikhlasan dan kepasrahan

Pnd, 02052014
Share:
Read More
,

Merubah-Berubah

Pada hari Sabtu yang kukira sebelumnya hari Minggu Senja akan segera tiba. Matahari akan segera turun meninggalkan semestaku. Hingga pada esok pagi aku akan menemuinya kembali. Sekarang Mei tanggal 10 dan aku telah melewatkan banyak tanggal dengan hanya menggulungkan cerita di pikiranku saja. Tampaknya aku kembali pada saat di mana Semesta dan apa yang berada di sekelilingku tak dapat dipercayai untuk menjaga rahasiaku atau aku memang sedang berada di tahapan bahwa hidup akan mudah jika kita menjalani hidup dengan apa adanya ia. Ketika waktu menyodorkanku kehidupan maka aku hanya lewat saja. Numpang berjejak saja. Padahal jika dipikirkan kembali kita ternyata berada di dalamnya, beserta hak yang sama dengan orang-orang yang juga memperngaruhi keberjalanan Semesta. Lantas kenapa begitu sulit hanya untuk menggoreskan sesuatu yang berarti. Ini bahkan bukan untuk orang lain, ini untuk diri kita sendiri. Untuk menuai senyum pada senja usia kita.

Jika untuk merubah apa yang terbiasa berada dalam pikiran dan kebiasaanku saja aku sulit mempercayai kemampuanku. Bagai mana untuk merubah yang berada di seberang sana? Lantas aku hanya menyunggingkan senyum seperti yang tak di sengaja.

Aku lupa pepatah ini siapa yang mencetuskan tentang bahwa "Before you change the World you have to change yourself." Mungkin aku harus mulai memerpercayainya dan melakukannya. Meski saat ini belum tahu bagaimana caranya.

Dalam sebuah diri kadang ada saat dimana rutinitas dan kebiasaan itu begitu membosankan. Bahkan ketika dalam lintasan yang benarpun aku akan berbelok untuk sekedar merasakan bahwa rumput atau kerikil itu harus bisa kita injak dan dinikmati. Lantas aku mulai kebingungan kembali hal serupa apa yang akan membuatku bertah berada dalam lintasan itu untuk jangka waktu yang lama.

Tapi seberapa kalipun gagal manusia diniatkan ada untuk tak menjadi seseorang yang hanya berakhir pada kata menyerah. So, just let's start than make it easy.
Share:
Read More
, ,

Perempuan yang Lupa Cara Menunggu: Gadis

Pada bulan yang hampir berakhir tak sepatah kata pun sempat terucapkan. Ada keheningan yang memenuhi ketidakberdayaan. Padahal ternyata ada sepasang mata yang menunggu gadis menari di atas panggung sederhananya. Maka biarkanlah kali ini sedikit kuceritakan tentang seorang perempuan muda yang bernama Gadis.

Gadis hidup bersama padang rumput hijau yang berbisik ketika mereka bergoyang, bersama aliran air sungai yang membuat hatinya menenang ketika bergemuruh, dan bersama muara yang menggodanya untuk pergi menyeberang.

Pada suatu waktu ketika ia belajar memahami ikatan embun dan pagi, tak sengaja ia mendengar alunan melodi yang membawanya ke sebuah pantai. Ia tak merasa rugi karena pekerjaannya tertunda, malah ia merasa beruntung karena ini musim panas dan ia berada di tempat yang tepat. Lautan yang biru membentang, ombak yang menggulung indah, pasir yang berdesir kala telapak-telapak kakinya bersentuhan dengan mereka, dan bonus yang luar biasa dari langit. Maka tak membutuhkan waktu lama untuk membuatnya tertarik dan memilih untuk tinggal di sana.

Gadis bahkan tak sama sekali mengingat embun dan pagi beberapa waktu kemudian. Ia asik mengamati terik. Ia asik mengamati debur. Pada saat hari mulai menepi ia di suguhi warna-warni angkasa beserta keanggunan matahari yang pulang keperaduannya. Dan ia benar-benar jatuh cinta.

Musim panas berakhir. Maka dingin mulai membuatnya menggigil. Aroma tanah basah kini yang memenuhi pikirannya dan bukan lagi bau karang terbakar. Namun ia tetap selalu pergi ke pantai kala senja tiba. Ia masih kerap berharap bahwa kegundahan awan tak akan menghalanginya untuk melihat keanggunan matahari ketika pulang keperaduannya. Ia telah jatuh cinta, dan ia tidak akan lupa.

Waktu berjalan dengan berani, tanpa pernah lagi membuat awan cuti mengguyurkan hujan. Hujan masih sering tiba, meski penanggalan mengatakan ini saatnya untuk musim panas. Dan Gadis tetap menemui pantai kala senja meniba. Ia telah jatuh cinta, dan ia tidak akan lupa.

Teduh menjadi temannya di setiap hari. Bahkan kadang ia tidak mengetahui kapan pagi usai. Dan rumput tetap saja basah sepanjangan hari. Entah itu embun atau memang tetesan air yang dijatuhkan awan. Tiba-tiba saja kala dingin benar-benar membuatnya menggigil, ia ingat tentang ikatan pagi dan embun. Mereka mulai tersamarkan hujan. Hal itu membuatnya ingin mempelajarinya kembali. Ia yakin ia tidak akan lupa kalau ia telah jatuh cinta.

Dalam pembelajarannya ia hanya sampai pada bahwa ikatan embun dan pagi adalah sebuah kesederhanaan yang mempertontonkan keikhlasan. Dan ia cukup sampai di situ, ia lelah. Ia telah jatuh cinta, dan ia memang tidak ingin lupa. Ia harus pergi ke pantai saat senja meniba dan menunggu keanggunan matahari yang pulang kembali keperaduannya. Meski ia tidak pernah tahu kapan musim panas akan kembali berjalan dengan seharusnya.

Ada yang tak pernah berjanji padanya ketika senja. Ada yang tak pernah berkata cinta kepadanya ketika senja. Namun ada pula yang tak pernah berkata selamat tinggal padanya ketika senja.

Dan Gadis adalah perempuan lugu yang tak pernah tahu bahwa dalam hukum menunggu harus ada seseorang yang ditunggu. Seseorang dengan sebuah janji atau paling tidak sebuah ucapan yang salah satu katanya berarti cinta meski tanpa sebuah janji.
Share:
Read More
, ,

Perempuan yang Menyenangi Sembunyi: Jingga

Kali ini yang ingin ku ceritakan adalah Jingga. Seorang gadis yang senang bersembunyi. Tempat yang paling ia sukai adalah pojokan di Toko Buku, dan hal yang paling ia senangi adalah berdiri di balik jendela memendangi hujan yang rintik atau yang mengguyur deras.

Ketika hatinya mulai didatangi oleh banyak rasa, hal pertama yang ia pahami adalah menulis. Bukan seperti teman-temannya yang lain yang berkumpul untuk berbagi ketika mengalami hal serupa. Ia merasa lebih senang bergaul dengan kertas dan pena. Dan ia memang menulis untuk dirinya sendiri. Sekedar untuk mendamaikan hatinya yang kadang-kadang terlalu ramai dan sesak.

Bersama waktu ia tumbuh dengan cukup baik. Ia menjadi gadis yang menyenangi bepergian dan hal-hal baru. Dari sanalah ia menemukan banyak hal. Seperti, bahwa berkumpul dengan orang lain ternyata tidak begitu buruk. Ia dapat merasakan sebuah kebahagiaan meski hanya dengan memungutnya. Meski begitu, di tempat biasa ia berkumpul ia tidak dapat menaruh hal-hal yang membuat hatinya terlalu ramai dan sesak. Di sana ia hanya dapat mengalihkannya saja. Melupakan sejenak. Dan ia tetap melakukan ritual menulis.

Pada waktu berikutnya ia mulai menyadari ada hal yang harus ia bagi bersama orang lain. Ketika itulah ia belajar untuk menulis bukan hanya untuk dirinya saja. Maka dia berkenalan dengan sebuah Toko Buku. Sebuah tempat yang kini menjadi tempat kesukaannya.

Di sana, di Toko Buku itu ia menyenangi tempat paling pojok. Karena hanya di pojokannya itulah ia dapat menemukan aksara-aksara yang dapat mewakili hasratnya untuk berbagi. Aksara-aksara yang menyembunyikan rasanya.

Ketika beberapa tamu datang untuk memasuki rumahnya ia senang bukan kepalang. Namun ketika ia mulai diajak mengobrol ia hanya sanggup menjadi penonton. Dan setiap tamu yang datang ia suguhi dengan kertas-kertas yang berisikan aksara yang ia buat di pojokan toko buku. Tak ayal banyak tamu yang tak pernah kembali lagi ke rumahnya.

Ia tidak pernah mengerti kenapa ia bisa serumit itu. Dan semenjak itulah ia menjadi begitu senang berada di balik jendela.


Pnd, at The Last Sunday on March.

Share:
Read More
,

Kedatangan Hening


Setiap hening datang
Ada tawa riang di seberang yang membising
Ada bunyi-bunyian nyaring yang sengaja dipasang di telinga
Sekejap isi kepala riuh bergemuruh

Maka sesak itu merambat
Menahan gerimis yang hendak menderas

Ada yang memaki ketidak mengertian
Ada yang terpojok dalam sudut gelap
Ada yang berlari dalam jalanan tak bertepi
Ada yang berenang dalam lautan

Mereka berada dalam layar putih lebar
Mereka adalah keberadaan yang menginginkan penonton

Setiap hening datang
Sekejap isi kepala riuh bergemuruh


Pnd, at the last Sunday on March.
Share:
Read More

Percakapan di Dinding MedSos Biru dengan Ig. Ananta

Beberapa hari atau minggu lalu ada sebuah percakapan yang menarik di dinding MedSos Biru milik saya. Dan saya ingin sedikit berbagi dengan kalian.

Selamat menikmati:

Me: Berkaca untuk melihat binaran mata. Namun nihil, yang tampak hanya sunggingan senyum hasil memungut satu-dua kelakar dari seberang dan tetangga sebelah.

Ig. Ananta: Pemikiran dalam impian tak bertitik dan kelam, terapung dalam pautan harapan terbang dalam mimpi-mimpi bernaung setan bersayap malaikat. Lidah-lidah api yang bergejolak sementara cambuknya tak bertuan.

Me: Rindu pada candaan rembulan saat menaungi anak-anak saling berkejaran kadang memuakan. Dan nyali yang menciut melihat jalanan di depan sana berkabut kadang menyenangkan. Namun pertaruhan tidak akan pernah bisa selesai jika setiap saat adalah hari Minggu, sengaja bermimpi untuk kembali meringkuk dalam rengkuhan selimut.

Ig. Ananta: Hembusan angin panas di gelap malam, cahaya rembulan berselimut racun kegelapan, belati tak bertuan menunggu pada kehidupan berantai dogma.

Me: Bahwa barang sedetikupun beranjak dari nyaman yang terasing, seribu pasang mata bersiap menunjukan seringai dan telunjuk mereka. Namun, di belakang sana senantiasa ada harapan yang mengucur deras. Jadi sejauh apapun tungkain kaki hendak terayun, selelah apa pun ia melangkah, sesakit apapun kerikil menusuk telapaknya. Itu akan terbayar dengan menuai padi ranum dari ketulusan sang penabur.

Ig. Ananta: Langkah kaki di deruan sang maut, tak berujung memadam kian berapi dalam seruan, pikiran yang terhalang durjana kehidupan terbelenggu rangakaian makna dan dogma, tersisih tapi terancam, merajut semua kelam dalam bimbang dituntun oleh malaikat berbau setan menggenggam duri mawar yang tak lagi menyakitkan.

Kehidupan adalah merupakan rumusan probabilitas yang diciptakan oleh pelakunya sendiri. Dan dapat terefleksikan sebagaimana keinginan dan kemauan si pemeran utamanya. Jadi, sebetulnya hidup akan menjadi mudah jika kita menginginkannya. Tapi, akan menjadi sangat rumit ketika kita mengabaikannya.

Salam,
Dewi


Share:
Read More
, ,

Perempuan yang Takut Jatuh: Mala

Biar kuceritakan sedikit tentang Mala, perempuan yang takut jatuh. Baginya jatuh terlalu beresiko. Bahkan sekedar menitipkan sebagian rasa percayanyapun ia ragu.

Ia beranjak dewasa dalam Deburan Pantai dan Selimut Lembayung Senja. Kepada merekalah kasih sayang alaminya ia tumpahkan. Terkadang Deburan Pantai terlalu riuh baginya, bagai tsunami bahkan suatu ketika. Sedangkan Selimut Lembayung Senja adalah panorama yang bahkan disentuhpun tak bisa, terlalu jauh untuk digapai.

Dari merekalah ia mendapati ketakutan, dan belajar bertahan dalam dingin. Dengan cukup lama. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan Tangan Lembut nan Hangat yang mengajarkannya mengasihi. Dan ia tergiur untuk belajar.

Ia belajar perlahan (sesungguhnya ia memang perempuan yang diaugerahi rasa keingintahuan), menyaksikan, mengamati dan memahami, baru kemudian ia mulai mempraktikan. Ternyata mengasihi tak sesulit yang ia bayangkan, dan ia dengan mudah memberikan rasa percayanya kepada si Tangan Lembut nan Hangat.

Sesederhana itu ia melakukannya.

Berjalan beberapa bulan ia mulai terbiasa dan menyenanginya. Nyaman fikirnya. Tapi, jalanan tak selalu mulus bukan? Dan ia bertemu dengan kelokan di depan sana, beserta kerikil yang memenuhi jalanan. Ia berpeluh, kadang bahkan telapak kakinya berdarah. Namun, ia perempuan tangguh yang telah terbiasa berlaku dingin. Meski terkadang meraung ingin berontak, ia tetap percaya. Karena fahamnya menempatkan ia untuk tak pernah mencabut apa yang pernah ia tanam.

Masih bisa teratasi.

Lantas dibagian inilah ia meringkuk kembali. Yaitu pada sebuah rasa takut kehilangan. Bukan takut karena tak akan ada lagi yang mengasihinya, atau tak akan ada lagi yang memperhatikannya, atau mungkin tak akan ada lagi yang menemaninya. Bukan itu, ini bukan tentang keegoisan. Ini lebih seperti rasa takut ia tak dapat lagi menemui saat-saat dimana hatinya merekah karena mendapati orang yang ia sayangi tersenyum bahagia, atau rasa takut karena mendadak ia tak ada artinya karena tak dapat melakukan apa-apa untuk orang yang dikasihinya.

Maka kali ini lagi-lagi ia diam. Entah dalam takut atau apa? Ia hanya menengadah dan menadahkan tangan. Ia bukan tipe perempuan yang suka berontak, karena ia tak terbiasa dengan rasa bersalah. Ia hanya mampu berusaha lewat cara ini, meminta untuk selalu diberikan  kekuatan dan kelapangan dada. That's it.

Catatan: Namun jangan pernah sekalipun mengatakan ia perempuan yang tidak berusaha.
Share:
Read More
, ,

Seperti Pagi

Daun bertahan untuk kelak dilepaskan, untuk kelak diinjak ribuan kaki yang hilir-mudik di jalanan. Ia bersiap untuk jatuh, namun kuyakin ia tak pernah selesai dengan persiapan itu.

Susu kental putih tak pernah berubah, semenjak dulu samapai sekarangpun ia tetap sama dengan rasa serupa. Ia dilirik ketika sudah tak ada lagi susu lain yang tak bisa diminum.

Maka pagi adalah serupa seperti itu semenjak dulu matahari pertama kali terbit sampai dengan sekarang. Maka jadilah pagi kelak, meski tetap serupa tapi ia satu dan tetap dicinta.

Maka sederhanalah seperti pagi.
Share:
Read More
,

Belukar Dalam Isi Kepala

Tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan. Rutinitas yang semakin sering aku lakukan di Dunia yang tidak gratis ini. Himpitan muncul dari segala penjuru. Menjadikan tumpul yang bebrada di dalam kepala. Ingin rasanya kutelusuri dan kukorek-korek apakah yang menjadi sampah di sana? Kenapa begitu memuakan dan membuatku ingin muntah. Adakah dosa-dosa di sana menumpuk? Benarkah ini adalah cicilan penebusan?

Ingin rasanya lari sejauh mungkin dan selama mungkin. Jika boleh ingin ku tumpahkan semuanya. Biar dapat kulihat apa sebetulnya yang menjadikan segalanya tampak seperti belukar, hutan rimba yang tak memiliki jalan keluar.

Orang wajar memiliki rasa bersalah, namun ketika itu bahkan menjadikannya sebuah tanggungjawab yang tidak seharusnya. Haruskah tetap bersikeras? Atau mungkin beberapa dari mereka dan beberapa hal yang menjadi benang merahnya tak dapat dipahami. Bertanya itu adalah hal yang wajar pula, yang namanya malas baru itu kurang ajar.

Setiap fungsi yang berada dalam tubuh dan jiwa manusia bukankah memiliki titik maksimal penggunaannya. Jadi manusia jelas memiliki batas. Namun mungkin bagi sebagian manusia memaksakan adalah sebuah hal yang menarik.

Menyerah kadang juga menjadi hal yang terbaik. Namun, tanpa mencoba itu adalah hal yang terburuk.
Share:
Read More

Dunia Saat Ini Ingin Pamrih

Pagi ini, seperti pagi akhir-akhir ini, menghirup udara yang digratiskanpun terasa menyesakan. Makin ke sini makin aku merasa dunia tak lagi dibebaskan bagi orang-orang yang tidak memiliki kontribusi kepada masa sekarang. Kali ini aku merasa bahwa Dunia begitu ingin pamrih. Tidak ada yang gratis jaman sekarang. Bahkan untuk sekedar menikmati kesendirian pun terasa tak nyaman, ada seseorang yang mengintai dibelakang sana, dan ketika kau lengah ia siap menagihmu dengan cecaran pertanyaan. Apalagi untuk melarikan imaji ke manapun yang ia mau, terlalu mengerikan, karena tiap kali ia akan melesak sesukanya yang ditemuinya hanya jeruji besi di mana-mana.

Kapan bisa terbebas dari "yang tidak gratis" ini?

Kalau menengok ke buku, banyak sekali teori yang bisa menjawabnya. Tapi dalam hal praktek dan kenyataannya bahkan itu tak sebanding dengan mengayuh sepeda di tanjakan. Itu lebih sulit dari hanya sekedar mengayuh sepeda.

Satu-satunya cara untuk melarikan diri hanya dengan menonton dan membaca. Meski hanya sekejap tapi paling tidak itu dapat melarikanku dari masa sekarang, menghantarkanku memasuki dunia lain. Mereka adalah pelarian jitu ketika isi di kepala didominasi oleh jeruji-jeruji besi.

Tapi paling tidak aku punya alasan kenapa aku memilihnya. Meski "saat ini" adalah sebaik-baiknya tempat untuk melakukan yang kita inginkan, kadangkala harapan atau mimpi akan hari esok memang terlihat sangat menggiurkan. Dan aku bertaruh untuk itu.

Share:
Read More
,

Terpengaruh Supernova

Selamat Pagi,

Pagi ini aku mendadak sangat ingin menulis. Seperti ada tumpukan kalimat-kalimat yang tak jelas yang ingin ditumpahkan oleh kepalaku. Begitu banyak rasa yang menyesak ketika aku berusaha untuk menyadari dan menerjemahkan rasa itu.

"Bahkan manusia berubah dalam setiap detikanya." Kurang lebih begitu yang dikatakan oleh Dee dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Madre dalam judul cerpen Guruji. Dan aku pun yakin aku telah seperti itu. Hanya saja aku menyadarinya ketika perubahan itu telah menumpuk dan nampak dengan jelas.

Saat ini ketika aku berada di seberang pulau yang tak membesarkanku. Saat kepalaku tengah di penuhi oleh Supernovanya Dee. Aku menyadari ternyata sudah banyak sekali perubahan yang terjadi dalam hidupku 2 tahun terakhir ini. Perubahan dalam isi kepala dan isi hati.

Ketika aku berbalik kebelakang sangat ingin sekali kurengkuh kenangan. Tak rela rasanya meninggalkan kenangan semakin jauh. Titik itu di mana saya mulai ingin menghirup kebebasan. Saat itu di mana dunia luar begitu nampak sangat menarik. Ketika isi dari kepalaku masih dipenuhi oleh ketertarikan-ketertarikan sebagai seorang remaja, pada mimpi dan cita-cita.

Beberapa hari lalu rekan kerjaku bertanya.
"Are you like your job?"
Terdengar sangat sederhana sekali pertanyaan itu. Namun mebuatku terdiam cukup lama.
"It's about like or dislike. It's a simple question" Dia menambahkan.
Dan aku terbahak sendiri.
"Why you laugh?"
"My Job is not big deal."

Aku berakhir pada jawaban itu. Bukan karena aku telah mendapatkan jawabannya. Itu lebih kepada hatiku hanya rela mengucapkan sebatas itu saja. Baru kemudian setelahnya aku berpikir.

Rasanya hidup itu bukan hanya tentang menjadi apa. Hidup itu proses. Proses dalam melewati kefanaan. Tujuan akhir adalah mencari yang tak fana bukan? Dan saya begitu takjub sendiri menyadari bahwa beberapa atau mungkin banyak sekali manusia yang kalap akan kefanaan. Akupun sering. Karena otakku seringnya meyakini apa yang berada di depan mata kepalaku sendiri.

Aku baru hidup 2 dekade di tambah 1 tahun setengah di dunia ini, dan mungkin bagi mereka yang sudah hidup puluhan tahun akan menertawakan apa yang aku tulis saat ini. Bahkan bisa jadi diriku sendiri, kelak.

Atau mungkin hal yang benar adalah aku sedang terpengaruh buku yang sedang aku baca saat ini.

"Hati-hati." Temanku berkata di sebelah.
"Hahahahaha." Aku masih menginjak bumi.




Salam,
Dewi

Share:
Read More

Bagian 2: Kopi, Sajak dan Jalanan Ibukota

Hai Matahari, sudikah kau menyinari manusia yang memakan hak sesamanya sendiri?
Hai Awan, sudikah kau menjatuhkan butiran hujan demi manusia yang menjilati sesamanya sendiri?
Sudikah kalian semesta memberi nikmat pada manusia yang merampas sumber nafas dunia?
Tak bosankah kalian menonton pertunjukan sombong para manusia?
Tak segerakah kalian pensiun dari tugas-tugas kalian?

- Anggita

Dalam lalu lalang yang gersang, dalam oksigen yang tersamarkan polusi, dalam teriknya sang mentari sekali lagi ia lantang berteriak. Ia tak lelah, energinya tak akan habis selama Ibukota tak pernah lengang, nyaman dan aman. Ia tak akan pernah bisa diam.

Beberapa orang yang melewatinya menjatuhkan beberapa recehan di hadapannya. Bahkan ada bapak-bapak yang berpakaian necis dengan smartphone di genggamannya menjatuhkan 1 lembar uang dua puluh ribu. Namun ia bergeming, yang dipandangnya hanya Ibukota.

Sesaat kemudian ia meluangkan waktu untuk mengingat lelaki yang ia temui pagi tadi. Angga, lelaki itu seperti Ryan, dan nampaknya ia pun suka memaksa. Namun sepertinya lelaki itu lebih menikmati kehidupan. Ia menimbang-nimbang tawaran pertemanan yang diajukan lelaki itu. Tapi sangat tidak mungkin baginya untuk menerima tawaran itu. Dari penampilannya lelaki itu tampak seperti orang berdompet tebal yang sering memaksakan kehendaknya sendiri.

Setelah memunguti apa yang ia dapat di hadapannya. Ia bergegas pergi, mencari sesuatu yang layak ia masukan kedalam perut yang hanya diisi sekali sehari, atau bahkan tidak sama sekali.

Senja, merupakan salah satu bagian penting dari harinya.

"Hai, Nona!" Terdengar teriakan seorang lelaki di belakangnya. Sepertinya... Ia membalikan badannya dengan menerka. Astaga Angga. Untuk apa orang ini ada di sini? Ia berkerut kening--Heran.

"Saya menyaksikan Anda seharian ini. Anda memang luar biasa." Dengan napas yang terengah-engah ia berusaha menjelaskan.

"Jadi Anda menguntit saya?" Anggita meninggikan suaranya.

"Sabar Nona, jangan berpikir macam-macam! Saya sama sekali tidak ada niatan buruk kepada Anda."

"Terus apa maksud Anda melakukan hal itu terhadap saya?"

"Saya hanya tertarik kepada Anda." Ia mencoba menjelaskan. Namun Anggita tambah berkerut kening--Tak mengerti.

"Oh tunggu... Maksud saya bukan seperti itu!" Ia menahan pikiran Anggita yang akan segera berprasangka buruk. "Saya adalah seorang sutradara teater."

"Lantas?"
Share:
Read More
,

Ingin Terbang

Selamat Menjelang Senja,

Kukabarkan deru haru mesin pendingin
Kukabarkan hembus angin beserta tetes gerimis
Mereka terpaku-gagu
Menunggu euporia menyambut tahun baru

Ia pemilik mata syahdu
Menatap rindu
Pada sebuah gelas yang tak berisi
Kosong berhari-hari

Kopi tak sama lagi
Hambar kini
Atau lidah itu yang tak lagi berindra?
Seperi apa yang berada di balik dada.

Ia ingin terbang
Menghempas
Melepas

Share:
Read More

Let's Start 2014

Selamat Siang...

Sebelum apa yang ada di dalam isi kepala saya berlarian ke segala penjuru, alangkah baiknya jika saya mengucapkan selamat tahun baru terlebih dahulu.

So, "Happy New Year"  bagi seluruh umat di bumi yang merasa bahwa hari ini--hari pertama ini adalah salah satu bagian penting dari perjalanan hidup kalian di semesta ini.

- Bagi mereka yang menganggap hari ini adalah awal dari kehidupan mereka: Selamat memulai dan semangatlah menapaki dunia.
- Bagi mereka yang menganggap hari ini adalah tempat yang tepat untuk move on: Selamat meninggalkan jejak masa silam yang kelam, dan selamat menyaksikan bagian paling indah dan paling menarik dari dunia.
- Bagi mereka yang menganggap hari ini adalah saat yang tepat untuk memulai mewujudkan mimpi-mimpinya: Selamat menandatangani kontrak baru kalian dengan: kegigihan, keuletan, dan kerja keras. Memperpanjang kontrak kalian dengan harapan serta memutuskan kontrak kerjasama kalian dengan keputusasaan.
- Dan bagi saya yang terbiasa hidup dalam "hari ini" saja: Semoga berani untuk menabung jejak langkah kaki di hari esok.
Amiiin.

Tahun 2014 ini saya mulai dengan sebuah semangat darah muda: penuh gairah, energi dan emosi. Beberapa hal saya tinggalkan dan menyambut bagian dari diri yang mau jujur mengakui, menerima dan menjalani.

Mari sedikit membicarakan tahun 2013 yang lalu, tahun yang begitu enggan saya pijaki karena beberapa hal banyak yang masih tersangkut di tahun 2012. Namun, pada kenyataannya waktu yang bergulir di dunia tidak akan pernah bisa dihindari. Karena kita adalah manusia yang haknya adalah menjalani. 2013 itu seperti quote beikut:

Sangat seperti itu--ketika saya dikagetkan oleh suara terompet dan taburan kembang api di langit yang menandai bergantinya tahun, saya dengan rasa keterkejutan berbalik ke belakang dan tertegun: ketikan menyadari bahwa kaki saya sudah berpijak di tanah baru, ketika menyadari bahwa awal tahun 2013 sudah menjadi titik terjauh dari apa yang bisa diterjemahkan oleh panca indra, dan menyadari begitu banyak hal yang telah berubah dalam jangka waktu tersebut. Jadi, dua ribu tiga belas adalah tahun yang saya lalui tanpa rencana.

Bpn, 01012014

==> Tulisan di atas itu merupakan tulisan yang benar-benar saya tulis pada tanggal 1 Januari 2014, dan saya menuliskannya dengan penuh keyakinan dan semangat. Namun, ada hal yang sangat penting yang harus saya kerjakan ketika saya menulis tulisan di atas. Dan... Wasalam, sekarang saya lupa kelanjutan dari tulisan di atas.

Yang pasti, yang masih saya ingat adalah selagi kita berada di dunia ini rasakanlah dan maknailah setiap detik yang kita lewati dengan mata terbuka. Karena ternyata begitu sangat aneh rasanya ketika di samping kita terjadi sebuah perubahan dan kita tidak dapat menyadari hal itu.

So, Let's start 2014.

Salam,
Dewi

Share:
Read More